revolutiontr.com – Penyakit kardiovaskular (PKV), yang mencakup penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, dan hipertensi berat, hingga kini tetap menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia. Setiap tahun, ratusan ribu nyawa melayang akibat serangan jantung dan stroke. Data terbaru menunjukkan penyakit kardiovaskular menyumbang sekitar 35–40% dari total kematian di Tanah Air, jauh melampaui kanker, diabetes, maupun penyakit infeksi.
Angka ini terus meningkat dalam satu dekade terakhir. Perubahan gaya hidup menjadi pemicu utama. Masyarakat urban kini lebih banyak mengonsumsi makanan tinggi lemak jenuh, gula, dan garam. Gorengan, makanan cepat saji, minuman manis bersoda, serta camilan kemasan menjadi menu sehari-hari. Di saat yang sama, aktivitas fisik menurun drastis. Banyak orang menghabiskan 8–12 jam sehari duduk di depan komputer atau berselancar di gadget, tanpa olahraga menjadi kemewahan.
Merokok masih menjadi ancaman besar. Lebih dari 60 juta penduduk Indonesia aktif merokok, dan paparan asap rokok pasif juga tinggi. Rokok elektronik yang awalnya dipasarkan sebagai alternatif “lebih aman” justru menambah jumlah perokok muda dan memperparah kerusakan pembuluh darah.
Hipertensi, yang sering disebut “silent killer”, menyerang lebih dari 34% penduduk dewasa Indonesia. Sayangnya, separuh dari penderita tidak menyadari dirinya mengidap tekanan darah tinggi karena tidak ada gejala mencolok. Ketika akhirnya terdeteksi, pembuluh darah sudah rusak parah, memicu serangan jantung atau stroke mendadak.
Obesitas dan diabetes melengkapi lingkaran setan ini. Prevalensi obesitas sentral pada orang dewasa Indonesia melonjak hingga hampir 30% di perkotaan. Kelebihan lemak perut meningkatkan risiko resistensi insulin, yang kemudian memicu diabetes tipe 2. Kombinasi hipertensi, diabetes, dan kolesterol tinggi membuat seseorang 4–6 kali lebih berisiko mengalami serangan jantung sebelum usia 50 tahun.
Pelayanan kesehatan yang belum merata memperburuk situasi. Di daerah terpencil, fasilitas kateterisasi jantung atau stroke unit masih sangat langka. Banyak pasien serangan jantung datang terlambat ke rumah sakit karena jarak, biaya, atau kurangnya kesadaran akan gejala. Akibatnya, angka kematian dalam 30 hari setelah serangan jantung masih tinggi, mencapai 15–20%.
Pencegahan sebenarnya murah dan sederhana: berhenti merokok, olahraga rutin 150 menit per minggu, konsumsi sayur-buah minimal 400 gram per hari, batasi garam kurang dari 5 gram sehari, serta rutin cek tekanan darah dan gula darah. Namun, kesadaran masyarakat masih rendah. Kampanye “CERDIK” (Cek kesehatan rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin olahraga, Diet sehat, Istirahat cukup, Kelola stres) sering hanya menjadi slogan tanpa implementasi nyata.
Jika tren ini tidak segera dibalik, diprediksi pada tahun 2030 penyakit kardiovaskular akan merenggut lebih dari 700.000 nyawa setiap tahunnya di Indonesia. Angka kematian yang tinggi ini bukanlah takdir, melainkan konsekuensi dari pilihan gaya hidup dan lemahnya sistem pencegahan. Masih ada waktu untuk berubah, tapi harus dimulai dari sekarang, dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan terdekat. Jantung sehat bukan hak istimewa, melainkan hak setiap orang yang mau berusaha.

